Data dari Programme for International Student Asessement (PISA) tahun 2018 menyebut adanya krisis pembelajaran di Indonesia. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 70 persen siswa berusia 15 tahun di Indonesia menunjukkan tingkat kompetensi di bawah minimum dalam bidang literasi dan numerasi. Hasil penelitian itu pun menunjukkan tidak ada peningkatan signifikan di tahun-tahun berikutnya.
Pandemi Covid 19 turut memperparah krisis pembelajaran yang melumpuhkan kegiatan belajar mengajar di sekolah, dan tidak lagi bisa dilakukan pembelajaran tatap muka (PTM). Seiring dengan penutupan satuan pendidikan, pembelajaran peserta didik ikut terdampak yang dibuktikan dengan kemajuan belajar dari kelas 1 SD ke kelas 2 SD berkurang signifikan dibandingkan dengan sebelum pandemi. Data yang diperoleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyebut dalam hal literasi membaca terjadi penurunan sebanyak 52 poin dan literasi numerasi turun sebanyak 44 poin dibandingkan dengan sebelum pandemi. Data tersebut diambil dari sampel 3.391 siswa SD dari 7 kabupaten/kota di 4 (empat) provinsi pada bulan Januari 2020 dan April 2021.
Untuk itu, Kemendikbudristek mengambil inisiatif guna menyelami akar permasalahan yang menyebabkan terjadinya krisis pembelajaran secara umum, agar tidak hanya menyelesaikan masalah akibat pandemi saja. Hasilnya, sumber masalah ternyata lebih fundamental. Mulai dari administrasi proses pengajaran yang rumit, akses eksklusif untuk pendidikan yang berkualitas, keputusan yang dilandaskan oleh asumsi, pola pikir yang tetap (fixed mindset), senioritas di dalam institusi, dan sistem yang perlu dibenahi.
Dari tantangan ini, teknologi tepat guna menjadi pilihan untuk mengatasi krisis pembelajaran. Teknologi tersebut dijadikan transformasi yang merata dan berkelanjutan pada pendidikan di Indonesia, dengan mengembangkan beberapa platform utama yang memiliki perannya masing-masing.
Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan teknologi ini yaitu adanya upaya untuk melihat masalah dengan berpusat pada pengguna (guru, kepala sekolah, dinas, dan murid). Dan perubahan besar yang dituju melalui akselerasi teknologi adalah membentuk pola pandang baru dalam proses belajar mengajar yang berpihak pada murid dengan cara bergotong royong.
Pendekatan penggunaan teknologi juga mengacu pada demografi pendidikan di Indonesia, di mana terdapat 17 ribu pulau dan lebih dari lima ribu kilometer keliling wilayah, Indonesia terdiri dari 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Dan tak lupa, Indonesia memiliki 277 juta penduduk yang 3,4 juta di antaranya berprofesi sebagai guru dan mengajar 56 juta siswa di 407 ribu sekolah, dan 289 ribu dosen yang mengajar 9,1 juta mahasiswa.
Guna memfasilitasi demografi yang beragam tersebut, pemerintah menerbitkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Fokusnya pada penyederhanaan birokrasi, pemulihan ekonomi melalui manajemen kerja, peningkatan kualitas SDM, tata kelola pemerintahan yang efektif, responsif, dan adaptif, serta pelayanan publik berbasis digital.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ada 3 (tiga) pilar yang menjadi penyokong kualitas pelayanan publik, yaitu aparatur sipil negara, kelembagaan dan proses bisnis organisasi, dan akuntabilitas kinerja serta pengawasan.
Khusus di bidang pendidikan, dalam menjalankan amanat tersebut, Kemendikbudristek merancang beragam platform teknologi, di antaranya Platform Merdeka Mengajar (PMM), Rapor Pendidikan, SIPLah (Sistem Informasi Pengadaan Sekolah), ARKAS (Aplikasi Rencana Kerja Sekolah), Kampus Merdeka, Tanya BOS/ BOP, dan lain sebagainya.
Platform dan aplikasi tersebut telah digunakan oleh jutaan guru dan menjangkau lebih luas karena dapat digunakan di manapun dan kapanpun. Kini, dengan hadirnya platform digital yang disertai dengan teknologi adaptif, harapannya dapat terus membawa dunia pendidikan pada posisi yang lebih baik, berkelanjutan, dan berdaya saing.
Perubahan yang perlu dilakukan melalui transformasi teknologi
Sebelum | Sesudah |
---|---|
Teknologi dirancang setelah program selesai dirancang | Tim teknologi merupakan mitra dalam proses merancang program dan teknologi pendukungnya |
Produk teknologi dibuat lebih berdasarkan apa yang ingin dilakukan pemerintah | Proses rancangan produk teknologi yang mengedepankan kebutuhan pengguna |
Produk teknologi seringkali kurang andal | Produk teknologi memiliki proses front end dan back end yang berkualitas dan mudah digunakan |
Produk teknologi untuk fungsi yang sama berubah-ubah dan tidak dikembangkan secara berkesinambungan | Produk teknologi konsisten dan dikembangkan oleh tim teknologi dengan sumber daya manusia yang mumpuni secara berkesinambungan |
Sumber:
Majalah Jendela Kemendikbudristek Edisi 63