Krisis pembelajaran di Indonesia telah berlangsung lama dan belum membaik dari tahun ke tahun. Studi-studi nasional maupun internasional, salah satunya PISA, menunjukkan bahwa banyak siswa kita yang tidak mampu memahami bahan bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar (literasi dan numerasi). Skor PISA tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam 10 sampai 15 tahun terakhir. Sekitar 70% siswa usia 15 tahun berada dibawah kompetensi minimum membaca dan matematika. Studi tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar antar wilayah dan antar kelompok sosial ekonomi dalam hal kualitas belajar.
Krisis pembelajaran diperparah oleh pandemi COVID-19 dengan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran. Penyederhanaan kurikulum dalam bentuk kurikulum darurat (kurikulum dalam kondisi khusus) efektif memitigasi learning loss pada masa pademi COVID-19.
Sebuah survei yang dilakukan pada 18.370 siswa kelas 1-3 SD di 612 sekolah di 20 kab/kota dari 8 provinsi menunjukkan perbedaan hasil belajar yang signifikan antara Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat. Bila kenaikan hasil belajar itu direfleksikan ke proyeksi learning loss numerasi dan literasi, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% literasi membaca dan 86% literasi numerasi.
Efektivitas kurikulum dalam kondisi khusus semakin menguatkan pentingnya perubahan rancangan dan strategi implementasi kurikulum secara lebih komprehensif. Arah perubahan kurikulum tersebut adalah :
- Struktur kurikulum yang lebih fleksibel, jam pelajaran ditargetkan untuk dipenuhi dalam satu tahun
- Fokus pada materi yang esensial, Capaian Pembelajaran (CP) diatur per fase, bukan per tahun
- Memberikan keleluasaan bagi guru menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik
- Aplikasi yang menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk dapat terus mengembangkan praktik mengajar secara mandiri dan berbagi praktik baik (best practice)
Dalam pemulihan pembelajaran, sekarang sekolah diberikan kebebasan dalam menentukan kurikulum yang akan dipilih, yaitu :
- Pilihan 1: Kurikulum 2013 secara penuh
- Pilihan 2: Kurikulum Darurat yaitu Kurikulum 2013 yang disederhanakan
- Pilihan 3: Kurikulum Merdeka
Satuan pendidikan dapat mengimplementasikan Kurikulum Merdeka secara bertahap sesuai kesiapan masing-masing.
- Sejak Tahun Ajaran 2021/2022 Kurikulum Merdeka telah diimplementasikan di hampir 2.500 sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak (PSP) dan 901 SMK Pusat Keunggulan (SMK PK) sebagai bagian dari pembelajaran dengan paradigma baru. Kurikulum ini diterapkan mulai dari TK-B, SD & SDLB kelas I dan IV, SMP & SMPLB kelas VII, SMA & SMALB dan SMK kelas X.
- Mulai Tahun Ajaran 2022/2023 satuan pendidikan dapat memilih untuk mengimplementasikan kurikulum berdasarkan kesiapan masingmasing mulai TK B, kelas I, IV, VII, dan X. Pemerintah menyiapkan angket untuk membantu satuan pendidikan menilai tahap kesiapan dirinya untuk menggunakan Kurikulum Merdeka.
- Tiga pilihan yang dapat diputuskan satuan pendidikan tentang implementasi Kurikulum Merdeka pada Tahun Ajaran 2022/2023:
- Menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka, tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan
- Menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan
- Menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar
Implementasi Kurikulum Merdeka didukung oleh Platform Merdeka Mengajar yang membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman untuk menerapkan Kurikulum Merdeka.
Sumber :
Paparan Mendikbudristek tentang Merdeka Belajar
Episode Kelima Belas
Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar