UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) telah mengumandangkan slogan "Literacy for all". Slogan ini menegaskan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk menjadi "literate" sebagai modal dalam menyongsong kehidupan. Literasi membuat individu, keluarga, dan masyarakat berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Lebih jauh, literasi memiliki multiplier effect, yakni memberantas kemiskinan, mengurangi angka kematian anak, mengekang pertumbuhan penduduk, mencapai kesetaraan gender dan menjamin pembangunan berkelanjutan, perdamaian, dan demokrasi.
Literasi di era sekarang ini lebih dari hanya sekedar membaca, menulis dan menghitung, namun mencakup keterampilan berfikir menggunakan sumber–sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital dan auditori. Kemampuan-kemampuan tersebut dinamakan literasi informasi.
Pada deklarasi UNESCO, disebutkan bahwa literasi informasi terkait dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengkomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan tersebut perlu dimiliki oleh tiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan itu bagian dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.
Menurut Clay dan Ferguson dalam Kemendikbud (2016), komponen literasi informasi terdiri atas:
- Literasi dini (Early Literacy)
- Literasi Dasar (Basic Literacy)
- Literasi Perpustakaan (Library Literacy)
- Literasi Media (Media Literacy)
- Literasi Teknologi (Technology Literacy)
- Literasi Visual (Visual Literacy)
Kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
Kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
Kemampuan memberikan pemahaman cara membedakan bahan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
Kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.
Kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (computer literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
Pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik. Bagaimanapun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar perlu disaring berdasarkan etika dan kepatutan.
Sumber:
Implementasi Gerakan Literasi Sekolah
Puslitjakdikbud 2020