Literasi tidak akan muncul begitu saja sejak manusia dilahirkan. Proses literasi dimulai dari kecil di lingkungan keluarga, lalu didukung atau dikembangkan di sekolah, lingkungan pergaulan, dan lingkungan pekerjaan. Kecakapan literasi yang dimiliki oleh setiap orang tidak sama karena literasi memiliki tingkatan-tingkatan yang menanjak. Jika seseorang sudah menguasai satu tahapan literasi maka ia memiliki pijakan untuk naik ke tingkatan literasi berikutnya.
Begitu pentinganya literasi dasar bagi peserta didik sehingga Kemendikbudristek melalui program Asesmen Nasional (AN) berupaya melakukan pemetaan awal dengan menggelar ANBK 2021 untuk mengetahui seberapa besar keterampilan literasi membaca dan literasi numerasi para pelajar Indonesia.
- Keterampilan Literasi
- Text search skills
- Basic reading: Decoding and recognizing word fluently
- Language skills
- Inferential skills: Drawing appropriate text-based inferences
- Application skills Applying
- Computation identification skills
- Tingkatan Literasi
- Performative
- Functional
- Informational
- Epistemic
- Prinsip Pendidikan Literasi
- Literasi melibatkan interpretasi
- Literasi melibatkan kolaborasi
- Literasi melibatkan konvensi
- Literasi melibatkan pengetahuan kultural
- Literasi melibatkan pemecahan masalah
- Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri
- Literasi melibatkan penggunaan bahasa
Menurut NCES (National Center for Education Statistics), terdapat 6 (enam) kunci dasar dalam keterampilan literasi dalam mendukung gerakan literasi sekolah, yaitu:
yaitu keterampilan mencari teks secara efisien.
yaitu dasar-dasar membaca untuk menemukan dan mengucapkan dengan lancar.
yaitu keterampilan bahasa. Memahami struktur dan maksud kalimat yang berhubungan dengan kalimat lainnya.
keterampilan inferensial, merupakan keterampilan menggambar teks yang sesuai berdasarkan inference.
yaitu keterampilan aplikasi. Menerapkan hal baru dengan teliti, disimpulkan, atau informasi dihitung untuk menyelesaikan berbagai tujuan.
yaitu keterampilan mengidentifikasi perhitungan. Mengidentifikasi perhitungan-perhitungan yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan kuantitatif.
Wells (1987) menyebutkan bahwa terdapat empat tingkatan literasi, yaitu:
Orang yang tingkat literasinya berada pada tingkat performatif, ia mampu membaca dan menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan (bahasa).
Pada tingkat fungsional orang diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti membaca buku manual.
Pada tingkat informasional orang diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan bahasa.
Pada tingkat epistemik orang dapat mentransformasikan pengetahuan dalam bahasa. Dengan demikian tingkatan literasi dimulai dari tingkatan paling bawah yaitu performatif, fungsional, informasional, dan epistemik.
Menurut Kern (2000) terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi, yaitu:
Penulis/ pembicara dan pembaca/ pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi, yakni: penulis/ pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca/ pendengar kemudian mengiterpretasikan interpretasi penulis/ pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/ pembicara dan membaca/ pendengar. Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama. Penulis/ pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/ dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/ dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/ pendengarnya. Sementara pembaca/ pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna.
Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh konvensi/ kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual. Konvensi disini mencakup aturan-aturan bahasa baik lisan maupun tertulis.
Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem-sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang-orang yang berada di luar suatu sistem budaya itu rentan/ beresiko salah dipahami oleh orang-orang yang berada dalam sistem budaya tersebut.
Karena kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara kata-kata, frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teksteks, dan dunia. Upaya membayangkan/ memikirkan/ mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
Pembaca/ pendengar dan penulis/ pembicara memikirkan bahasa dan hubungan-hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya, dan mengapa mengatakan hal tersebut.
Literasi tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/tertulis) melainkan mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana/ diskursus.
Sumber:
Implementasi Gerakan Literasi Sekolah
Puslitjakdikbud 2020